Senin, 28 April 2008

Counter the Discourses

“ Cross the Living ”

Peralihan rejim seperti dalam teori siklus Polybios bilang, “bentuk pemerintahan selalu mengalami peralihan dari masa ke masa, dari kebobrokan hingga yang paling ideal - okhlorasi menjadi aristokrasi - yang mengutamakan people rights“. Mari beranalogi mengenai kolapsnya rejim pemerintahan Cina dari dinasti Qing, yang dijajah asing dari gabungan suku-suku yang menetap di timur laut, Manchuria, pada 1644, hingga kemudian ambruknya dinasti Ming. Tengok pula, periodisasi Cina hingga menyerahkan Hongkong ke Inggris Raya dalam perjanjian Nanjing 29 Agustus 1842, setelah terjadinya perang Opium. Lalu pemberontakan Taiping yang dipimpin oleh penganut kristiani Hong Xiu Quan meraih Nanjing, 29 Maret 1853, hingga periodisasi pendudukan tentara asing Beijing 14 Agustus 1900 menindas pemberontak Boxer. Dan setelahnya, muncul perlawanan terhadap dinasti Qing, dengan sosok Sun Yatsen yang memerdekan Republik Cina pada 29 Desember 1911. Bagaimana revolusi Sun Yatsen menjadi tokoh pendiri Republik Cina, dari rejim kekejaman penindasan menjadi negeri seperti sekarang. Sun merupakan sosok yang mendapat pelatihan kedokteran di Hongkong dan Hawai. Ia banyak sekali menerima pemikiran politik kristiani dan barat. Sertapula mengorganisir beberapa kelompok revolusioner dengan dukungan dari luar Cina. Ia mengajarkan “ tiga prinsip kerakyatan”, diantaranya nasionalisme, people’s rights dan people’s livelihood “. Pada desember 1911 ia menjadi presiden RRC, kemudian ditahun berikutnya membentuk Guomindang atau GMD dan memenangkan pemilu tahun 1912. Peletakan dasar inilah yang kemudian mengarahkan Cina pada serangkaian dekade pemerintahan Cina, mulai dari krisis kepemimpinan dan revolusi, hingga sosok Mao Zedong dengan “Great Leap Forward dan Cultural Revolution-nya” menjadi catatan historis, sampai beragam krisis dihadapi Cina, mulai kejadian Tiananmen hingga sampai sekarang.

Lalu, bagaimana dengan peralihan rejim di Indonesia. Sebuah teori terbalik membangun fundamental dengan meruntuhkan dasarnya sebagai sebuah peralihan rejim reformasi, terjadinya krisis moneter, oleh ulah spekulan yang menuding George Soros yang membuat nilai pertukaran mata uang negara-negara di Asia Tenggara turun hingga mencapai Rp. 18.000,00 per dolar. Hingga Indonesia, mengalami beragam multi efek hingga beban pembayaran hutang LN menjadi beban negara. Dan lagi-lagi, masyarakat menjadi korban, antrian sembako dimana-mana, harga-harga meroket, inflasi yang tinggi, krisis moneter perbankan, aksi protes dimana-mana, dan Indonesia sangat terpuruk. Periodisasi tersebut menjadi poin penting dalam menyoroti stabilisasi fundamental perekonomian makro dan mikronya, sebagai sebuah kebijakan reformis yang pro-rakyat. Namun, mekanisme struktur pemerintahan terguncang, saat mekanisme pemilu multi partai dilaksanakan, dengan terjadinya guncangan hebat yang masih dirasakan sampai sekarang. Begitu rupanya periodisasi Indonesia, tidak seperti yang di gaung-gaungkan Sun Yatsen dengan prinsip pro-rakyatnya yang menjadi sorotan tajam di waktu dulu?

* perantara kejadian, beralih dari mimbar ke mimbar lainnya, lewat forum, pembahasan, rubrik, kisah, jaringan, media, pertemuan, diskusi, ruang curhat, dialog, entertain, meditasi hingga analisa diri dari detik ke detik. Tobatkah ia? Silakan,……

1 komentar:

Sudah Mundur - mengatakan...

menjadi pribadi debu atau batu.
pribadi debu hanya menghinggapi tempat-tempat
untuk menunjukkan jati diri. menempel pada lampu, maka ia akan seperti lampu. menempel pada teko, maka ia tak ubahnya
menjadi seperti teko pula.
pribadi batu, ia menyadari diri belum mempunyai citra diri.
ia mengukir dirinya dengan tidak berpedoman pada apapun,
hingga ia mengerti dirinya adalah ia sendiri, ia berkreasi
tentang jati dirinya bukan atas siapa-siapa lagi.

sama hal-nya dengan real or abstract.
dalam orbit putaran dunia,
ia tak melawan arus “to be real”
karena abstract tak pernah menjadi real.
jadi tak pernah tahu bagaimana real.

karena dasarnya ia tak pernah bersinggungan
ia sendiri yang melakukannya
to be real in abstract

sinkronisasi real dan abstract
80 percentage has solution for their beyond.
20 percentage has their life.
interconnected each others.
Yes, off course.
but, how should it be?
problem shelther
………………