Kamis, 17 Juli 2008

Ujian atau Azab?

Indonesia kini masih dirundung oleh krisis multi dimensi yang tak
kunjung usai, padahal negara-negara lain seperti Korea, Thailand dan
Malaysia yang terlanda krisis ekonomi bersama Indonesia, mereka telah
bisa keluar dari krisis itu. Banyak orang mengatakan bahwa Indonesia
sedang diuji kemampuannya mengelola kehidupan berbangsa. Yang lain
mengatakan bahwa bangsa Indonesia sedang menerima azab yang setimpal
dengan kesalahannya.

Apa Bedanya?
Baik ujian maupun azab, keduanya berwujud kesulitan. Ujian adalah
satu proses seleksi untuk naik kelas. Kesulitan yang dihadapi oleh
orang adalah kesulitan yang memang diprogram untuk mengukur tingkat
kemampuannya mengatasi masalah dalam dunia realitas. Boleh jadi
kesulitan dalam ujian lebih berat dibanding realitasnya. Jika ini yang
kita yakini maka sebagai orang beragama kita membayangkan bahwa Alloh
SWT melalui sunnatullah Nya sengaja memberikan kesulitan kepada bangsa
Indonesia ini agar kita terlatih menghadapi kesulitan yang lebih besar
di waktu mendatang, liyabluwakum fi ma ata kum (Q/6:165).

Jika kita menyadari sedang diuji maka bangsa ini seyogyanya secara
serius menghindari faktor-faktor penghambat dan mempersiapkan secara
teliti faktor-faktor pendukung. Betapapun sulitnya ujian, tapi
mengerjakannya, dengan semangat dan optimis karena terbayang masa
depan yang lebih baik pasca ujian.

Adapun azab adalah kesulitan sebagai akibat dari kesalahan yang
dilakukan. Dalam perspektif sunnatullah, keadilan akan mengantar pada
kesejahteraan, siapapun yang melakukan. Jika bangsa Indonesia,
terutama negara, menegakkan prinsip keadilan, maka kesejahteraan
rakyat pasti tercapai. Menurut perspektif sunnatullah juga, jika
kezaliman merajalela, siapapun yang mengerjakan, apalagi jika
dilakukan oleh negara, maka betapapun besarnya sumberdaya alam yang
dimiliki, pada akhirnya krisis akan menimpa bangsa itu, dan krisis
tersebut merupakan azab yang disebabkan oleh kejahatan.

Jika orang menghadapi kesulitan dalam ujian dengan penuh semangat
berkorban, maka rakyat menghadapi kesulitan azab dengan penuh rasa
kemarahan. Secara psikologis, orang yang yang sedang marah biasanya
tidak dapat berfikir jernih. Inilah yang sedang dialami oleh bangsa
Indonesia, perilakunya anarkis seperti perilaku orang marah, sehingga
bukan solusi problem yang ditawarkan tetapi semuanya berlomba-lomba
memberi kontribusi berupa problem baru.

Menurut al Qur'an, sekiranya penduduk suatu negeri perilakunya
mencerminkan iman dan takwa (bermoral) niscaya sumberdaya alam akan
berfungsi sebagai keberkahan Tuhan, sayang penduduk negeri itu
mendustakan prinsip-prinsip kebenaran, maka Tuhan menurunkan (dari
sumberdaya alam itu) azab sesuai dengan kejahatan mereka (Q/7:92).

Analisa yang sudah sering kita dengar menyebutkan bahwa kerusakan yang
menimpa bangsa ini sungguh sangat mendasar, bukan hanya alamnya yang
rusak, tetapi juga moralnya. Hujan yang mestinya merupakan berkah dari
Tuhan berubah menjadi banjir. Sumber tambang seperti yang ada di Irian
Barat (Freeport) yang semestinya menjadi kekayaan bangsa, berubah,
keuntungannya dinikmati orang luar (AS), limbahnya kita yang harus
menanggung.

Lalu harus bagaimana?, jika azab ini bersumber dari perilaku yang
salah, maka solusinya adalah mengubah perilaku. Bangsa, dengan
dipelopori oleh negara harus memiliki kemauan kuat dan kemauan bersama
untuk mengubah perilaku.
KKN yang bukan saja merupakan wujud ketidak
adilan, tetapi sudah menjadi kezaliman harus dihapus secara
sungguh-sungguh. Jika telah sungguh – sungguh melakukan komitmen itu,
maka yakinlah kepada sunnatullah bahwa dibalik kesulitan ada
kemudahan, fa inna ma`al `usri yusra (Q/94:5-6), bahwa habis gelap
pasti terbit terang. Insya Allah. Wallahu a`lam.

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

( taken from mailing-list )

Tidak ada komentar: