Pengaduan Krisis Ekonomi dan Pengetahuan
Depresi sebagai “korban” atau “pelaku”Analisa dari pujian sejak 2001, terhadap Marsinah-Marsinah yang “nyawanya melayang sia-sia, tanpa penghargaan duka, untuk sesuatu yang tidak berfaedah”,
karena saling menjatuhkan satu sama lain (Rp.6000/ltr) kejadian 21/08. seperti John F. Kennedy pernah berkata: ”Tanyakan apa yang tlah kamu perbuat bagi negaramu, bukan apa yang tlah negara berikan terhadapmu”. Yang kemudian dibalas oleh Abraham Lincoln “Jika saya punya waktu 8 jam untuk menebang pohon, maka akan saya habiskan enam jam untuk mengasah kampak saya”.(
Meledaknya bom diberbagai negara konflik, kecelakaan, badai tropis, jatuhnya pesawat SPanAir dan masih banyak kejadian yang tak tertulis…)
Sebagai gambaran sosok-sosok Marsinah, walaupun hanya tamatan smu, ia memperjuangkan nasib buruh sesamanya, dan bekerja di egara asing dan penghasilannya menyumbang devisa bagi negaranya, dan memperoleh predikat di negaranya sebagai “pahlawan devisa”, mungkin itu yang disebut J.F. Kennedy. Dalam keadaan saling sikut-menyikut, dan memprovokasi satu sama lain, sebutan itu bisa berbalik menjadi “penjahat devisa”, mencemarkan nama baik bangsa di dunia internasional. Tuhan menggariskan azab atau ujian yang tidak mampu dilampauinya.
Perkembangan teknologi telah dimulai sejak era ditemukannya mesin uap, hingga muncul tenaga listrik dan penemuan-penemuan lainnya, hingga di era 90-an penemuan adanya komputer, internet dan mobile communication. Hal ini telah dilakukan berkat “kemuktahiran teknologi dan lembaga riset penelitian”, lalu kemudian dikembangkan dengan produksi, dan distribusikan dari rata-rata teknologi murni (utama, yang sudah menggunakan PDA) di negara maju kemudian ke teknologi aplikasi (sekunder, baru menerapkan Notebook) di negara berkembang dan kemudian teknologi tersier (peralihan, baru menggunakan PC sebagai limpahan dari kedua negara-negara tersebut) di negara miskin sebagai negara konsumen.
“Aset Negara maju” meski miskin sumber daya alam, namun kaya dengan sumber daya manusia dan teknologi. Disamping, aset investasi bisnis dan pasar yang dimiliki oleh Hongkong, Singapura dan Jepang. Meskipun negara dengan luas wilayah yang sempit namun tingkat kemajuan ekonominya tinggi, karena berkat pengelolaan investasi bisnis dan pasar. Swiss yang bukan produsen penghasil kakau, namun sebagai negara produsen coklat terbesar didunia. Jepang yang bukan negara penghasil logam, namun sebagai negara produsen otomotif besar didunia. Cina dengan jumlah penduduk terbanyak didunia, namun kemajuan ekonominya paling besar di Asia “. Lalu Indonesia? negara dengan penghasil sumber daya alam yang besar dengan wilayah nusantara yang terbentang, namun sangat miskin. Dengan penghasil dan produksi kelapa sawit, hasil pertanian, gula, pertambangan dan migas, namun masih mengimpor barang dan produk dari luar negeri. Bahkan, julukan Indonesia yang mencuat adalah penghasil bencana dan kematian terbesar didunia, di era 21-an (sejak 1990an) tsunami, gempa, bom marriot, bom bali banjir longsor dlsb. Hingga, mengapa Indonesia masih saja terpuruk sampai saat ini? jawabannya karena pengelolaan SDM yang buruk, dengan kebijakan paling amburadul dan indeks ke 110 dari 116 didunia.
Pengelolaan SDM yang tidak tepat, pada garis “policy makers” yang berimbas pada seluruh lapisan masyarakat, yang sampai hari ini, belum tercetus upaya pemulihan ekonomi, sosial, politik, sejak “gaung reformasi dikobarkan dan 10 tahun peringatannya kemarin”, masih belum menyadari Jati diri Jawa Pos, yang telanjur mereformiskan keadaan. Kontrak dan pengolahan kebijakan migas sejak pemerintahan Megawati pada invest asing, di blok cepu yang seharusnya diperbarui segera.
http://www.iatmi.or.id/iatmi/artikel.php?id=25/ yang janggal sejak 2002.
“Indonesia adalah penghasil, bukanlah pengimpor” itu sama saja menjajah dinegaranya sendiri dengan mengikuti kebijakan mekanisme pasar bebas, yang semakin membebani APBN. Sudah mengimpor, membeli dengan harga spekulatif oleh spekulan lagi (pantau investigasi ekonomi). Perlu dicatat, “APBN reformis” sudah terlampau bengkak sejak nilai pertukaran kurs mengglembungkan hutang negara dan swasta. Apalagi pengelolaan asset negara, BLBI yang tidak jelas berapa akan kembali pada APBN yang sanggup menutupi kwartal hutang negara, hanya berkutat pada oknum-oknum pemberi policy. Sementara uang rakyat dari BLBI, kapan bisa terjamin balik ke APBN, dari uang rakyat tapi rakyatnya tidak sejahtera.Bandingkan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok dari orde baru, reformasi sampai sekarang. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_9/artikel_1.htm/
Euforia reformasi Pendidikan Tinggi yang juga harus diprivatisasi, ketika PTN adalah motor pendidik sebagai dasar dari pengembangan dan kemajuan SDM, dikomersialkan. Hanya sebuah pemikiran Fak. Kedokteran UII yang uang masuk gedungnya bisa sampai 75 juta (1999), lantas PTN perlu dilegokan sesuai daftar peminat. Yang sepi peminat, uang gedungnya 5 juta, yang banyak peminat tinggal menyesuaikan kemampuan kocek. Ada 6 juta, yang 5 juta tersingkir. Ada yang pandai, tapi tak punya uang jadi mangkir. Bisa dibayangkan, jurusan UGM 2006, 2 mahasiswa yang tersaring lewat ujian, sementara 118 lainnya, lewat jalur “penyaringan uang unggul”. Siapa yang unggul, dapat bangkunya, tapi bukan dapat gedungnya. Padahal asumsinya, UII Jogjakarta, adalah PTS baru yang didirikan saat 1999 lalu, jadi wajar jika menarik uang gedung, karena memang tidak mendapat insentif dana dari pemerintah. Lalu, PTN adalah universitas yang telah didirikan oleh founding fathers dulu, dengan gedung klasik dan sudah dibiayai oleh Negara. Jadi fungsi, kata dasar “uang gedung” untuk swastanisasi PTN dasar tujuannya bagaimana? Lalu, anggaran 20% pendidikan proporsionalnya kemana? Jangan-jangan untuk uang gedung lagi.
Akhirnya, yang pandai miskin, tak mampu sekolah mengenyam pendidikan tinggi. “nduk…nduk..sesuk kowe ra iso mlebu UII, opo maneh UI”.
keluhan pendidikan Analisa Pandangan Pemerintahan BJ. Habibie, Privatisasi asset BUMN, Pengolahan Kebijakan Migas dan Pertambangan.
analisa hutang “Mereka yang salah memposisikan diri seharusnya jangan membaca Paul Zane Pilzer, karena mereka adalah orang-orang yang tekun, giat, dan mau bekerja keras, dalam bukunya “The Next Trillion”. Paul menyatakan bahwa “Tahun 2010 tambahan $. 1 Trilliun per tahun dari ekonomi Amerika akan dibelanjakan ke industri perawatan kesehatan“. Produk orang yang membuat orang lebih sehat, memperbaiki penampilan, memperlambat penuaan, mencegah penyakit, sedangkan mayoritas penjualan industri kesehatan bahkan tidak pernah ada 20 tahun lalu. Hingga, bagaimana mendapat keuntungan dengan sumbangan pendapatan perkapita dari bidang industri ini. Hal yang harus dilakukan adalah pertama sebagai tenaga ahli atau praktisi, kedua sebagai produsen atau manufaktur, ketiga sebagai penjual eceran atau retailer, keempat sebagai distributor. Tenaga ahli seperti dokter atau peneliti akan memperoleh keuntungan di beberapa tahun mendatang, bila mereka mampu membiayai sekolahnya dan menukarkan waktunya dengan uang. Produksi juga merupakan bisnis yang bagus. Bila kita mempunyai jutaan dolar untuk investasi, infrastruktur, hak paten, riset, pengapalan dan penerimaan barang. Menjadi Pengecer, jika peluang yang bagus, bila kita mampu membayar lisensi, mampu bekerja 7 hari dalam seminggu, mampu mengatasi urusan iklan, persediaan barang dan masalah karyawan. Menjadi distributor, dari keuntungan besar selama 30 tahun ini berasal dari mereka. Menemukan cara yang lebih baik untuk mendistribusikan barang, bukan untuk membuat barang. Orang-orang seperti Sam Welton (Wal Mart), Fred Smith (Fedex), dan Josh Bishop (Amazon.com), memiliki satu kesamaan bahwa mereka adalah distributor. Namun, apabila Sam Welton dan Fred Smith menemukan cara mendistribusikan barang yang sudah dikenal dengan konsumen, maka mililiarder baru diabad 21 mendapat keuntungan bisnis dari distribusi dengan cara memberikan pendidikan bagi konsumen tentang produk baru dan menginformasikan saluran distribusi yang baru. Bisnis ini disebut bisnis yang mengandalkan kecepatan pikiran, produk dan peluang yang lebih baik”. Dalam profile
TIENS Groups, silakan bergabung menjadi “Joint People to People” di TIENS.
Yang dibutuhkan saat ini adalah pembenahan dan pemulihan disegala sektor, terutama sector yang berperan andil mempengaruhi inflasi dan kenaikan kebutuhan bahan pokok, “BBM dan Pendidikan”. Dari pemenuhan kebutuhan bahan pokok, dapat mensejahterakan masyarakat dan memajukan taraf hidup. Namun, kondisi ini diupayakan seiring dengan
proses penegakan hukum.http://www.itjen.depkeu.go.id/pengaduan.asp/
http://bentang.setabur.org/component/option,com_beamospetition/pet,2/Itemid,87/
http://www.p2kp.org/pengaduandetil.asp?mid=131&catid=8&/